Jumat, 09 Juli 2010

Listrik Abad 21

dikutip dari :
http://nationalgeographic.co.id/featurepage/161/listrik-abad-21/1

Arus listrik dari jaringan ini kini mencapai setiap sudut kehidupan kita dan terkadang kita sama sekali tidak memperhatikannya sebagaimana kita tidak mengacuhkan oksigen di dalam udara. Barulah ketika muncul kesalahan dan dan kita tiba-tiba ditelan kegelapan, tersaruk mencari-cari lampu senter dan lilin, mengkhawatirkan makanan beku yang dahulu (pada masa sebelum adanya listrik) disimpan di sebuah benda yang disebut sebagai kotak es. Atau ketika baterai di laptop atau telepon pintar habis dan kita pun sibuk menjelajahi sudut bandara yang kotor mencari steker, dengan paniknya mencari sumber elektron yang ajaib.

Jaringan listrik benar-benar menakjubkan. Namun – sebagian dikarenakan kita jarang menaruh perhatian kepadanya, ujar para insinyur – ia bukanlah jaringan listrik yang kita butuhkan untuk abad ke-21. Ia terlalu tua. Ia bisa diandalkan namun tidak cukup handal, khususnya di Amerika Serikat, terutama di kalangan masyarakat yang semakin lama semakin haus dengan peralatan digital. Padam listrik, korslet, dan pemotongan listrik lainnya membebani rakyat Amerika sekitar $80 milyar setiap tahunnya. Namun pada saat yang bersamaan ketika ia harus menjadi lebih bisa diandalkan, jaringan harus mengalami peningkatan yang dramatis untuk bisa menangani berbagai macam sumber daya yang berbeda, jenis yang lebih ramah lingkungan. Ini berarti perlu dibangunnya jalur-jalur transmisi untuk mengantarkan tenaga angin dan sang surya dari tempat-tempat asing ke kota-kota besar.

Lebih penting lagi, jaringan harus lebih cerdas. Definisi ”cerdas” ini berbeda-beda antara insinyur satu dengan yang lainnya. Intinya adalah jaringan yang cerdas harus memiliki pengoperasian yang lebih otomatis dan mampu ”memperbaiki dirinya sendiri,” dan mengurangi kemungkinan terjadinya mati listrik. Ia harus lebih toleran dengan sumber daya berukuran kecil yang beraneka ragam seperti panel matahari dan tenaga angin, sebagian karena ia harus bisa menutupi fluktuasi listrik dengan menyimpan energi yang dihasilkan berbagai sumber lainnya ini – menurut salah satu proyeksi di masa depan, energi disimpan di dalam baterai mobil listrik atau bahkan di gua-gua raksasa yang dipenuhi dengan udara yang dimampatkan.

Tetapi hal pertama yang harus dilakukan jaringan yang cerdas, bila kita mengijinkannya, adalah mengubah kita menjadi konsumen listrik yang lebih pandai. Kita mampu menyadari seberapa besar listrik yang kita pakai dan memotongnya, khususnya pada saat-saat permintaan listrik sedang tinggi di mana biaya produksi listrik paling tinggi. Hal itu akan membuat kita dan perusahaan listrik menghemat uang – dan secara tidak langsung mengurangi polusi. Dengan cara ini, kita tidak akan lagi menjadi konsumen elektron yang pasif lagi. Pada abad ke-21 kita akan menjadi partisipan aktif dalam pengelolaan jaringan yang luas dan sepertinya membingungkan ini demi kelanjutan peradaban kita.

Jadi mungkin sudah waktunya kita mengenalnya.

Pada hari ini terdapat berbagai jaringan di enam benua dan suatu hari nanti jaringan di Eropa mungkin akan menyeberangi Lautan Tengah memasuki Afrika untuk membawa tenaga sang surya dari Sahara ke Skandinavia. Di Kanada dan Amerika Serikat, jaringan membawa listrik jutaan megawatt melalui kabel listrik sepanjang puluhan juta kilometer. Ia disebut sebagai mesin terbesar di seluruh dunia. The National Academy of Engineering menyebutnya sebagai keberhasilan rekayasa terbesar pada satu abad terakhir ini.

Thomas Edison, yang telah terkenal setelah menemukan lampu bohlam, mengatur kelahiran jaringan pada 1881, dengan menggali Manhattan Bawah untuk meletakkan kabel tembaga di dalam terowongan batu bata. Dia mendirikan pembangkit listrik, Stasiun Pearl Street, di bawah bayangan Jembatan Brooklyn. Pada 4 September 1882, di dalam kantor hartawan J.P. Morgan, Edison memasang sebuah kenop. Saat itu ratusan lampu bohlam menyala di Drexel, Morgan $ Co. dan sejumlah kantor di dekatnya.
Ketika itu Edison begitu tertarik dengan arus searah, yang berfungsi baik dengan lampu bohlamnya dan ketika itu memakan voltase yang rendah. Dia menyatakan dengan penuh semangat bahwa arus bolak-balik lebih pantas untuk menghukum mati para penjahat. (Dia telah menyetrum seekor gajah sirkus sampai mati untuk membuktikan ucapannya). Pernyataannya ternyata salah: AC, di mana elektron tidak mengalir ke satu arah tetapi bergerak bolak-balik dalam frekwensi tertentu, tidak lebih berbahaya dibandingkan DC. Voltase tinggi merupakan sumber bahaya – tetapi justru hal itulah yang memungkinkan tenaga dikirimkan ratusan kilometer tanpa adanya pengurangan yang signifikan. AC lebih unggul dari DC hanya karena ia bisa ditingkatkan dengan sebuah trafo, disambungkan, kemudian diturunkan kembali ke voltase perumahan yang lebih aman sebesar 110 atau 220. Pada 1890an, jaringan AC dipasang dari stasiun pembangkit Niagara Falls yang baru ke Buffalo yang berjarak sekitar 32 km. Namun ironisnya, pada jaman sekarang, DC bervoltase tinggi kadang-kadang lebih dipilih untuk jarak yang sangat jauh: lebih sulit untuk diproduksi dibandingkan AC tetapi tenaga yang menghilang jauh lebih sedikit.

Dibutuhkan waktu puluhan tahun lamanya sebelum listrik tidak hanya tersedia untuk pabrik-pabrik dan rumah besar namun juga masuk ke dalam perumahan kelas menengah. Pada 1920, listrik hanya meliputi kurang dari 10 persen persediaan energi di Amerika Serikat. Tetapi tidak dielakkan lagi bahwa ia telah memasuki kehidupan sehari-hari. Tidak seperti batu bara, minyak atau gas, listrik cukup bersih saat mencapai tangan konsumen. Tidak ada suara yang ditimbulkan kecuali dengungan yang lemah, tidak ada bau dan tidak meninggalkan jelaga di dinding. Saat menyalakan lampu maka kita tidak pernah memikirkan pembangkit listrik yang besar dan luas yang menghasilkan listrik (yang berisik, bau, dan kotor) sekian kilometer jauhnya. Lemari es menggantikan kotak es, pendingin udara menggantikan serangan panas, dan pada 1956 pembuka kaleng listrik melengkapi kebangkitan kita dari jaman kegelapan. Hari ini sekitar 40 persen energi yang kita gunakan dipakai untuk membangkitkan listrik.

Awalnya, penempatan jaringan ini merupakan operasi setempat yang menangani mulai dari pabrik pembangkit listrik sampai jaringan distribusinya. Sejumlah jaringan kecil dibentuk di seluruh Amerika Serikat. Seiring berjalannya waktu, perusahaan listrik ini menyadari bahwa ia bisa meningkatkan kehandalan dan meraih skala ekonomis dengan menghubungkan jaringan yang mereka miliki. Setelah pemadaman listrik besar-besar di Timur Laut pada 1965, sebagian besar kendali jaringan ini beranjak kepada operator daerah yang meliputi beberapa negara bagian. Namun hingga hari ini masih belum ada manajemen jaringan tunggal di Amerika Serikat; ada tiga jaringan yang hampir mandiri – Timur, Barat, dan Interkoneksi di Texas.

Mereka berjalan menggunakan teknologi kuno. Yaitu bagian dimana jaringan yang mencapai rumah kita menggunakan sistem symptomatic. Bagaimana perusahaan listrik mengukur penggunaan listriknya? Dengan sebuah alat pembaca listrik – seorang pegawainya mengunjungi rumah atau perusahaan lalu membaca alat pengukur listrik. Bagaimana perusahaan listrik tahu saat listrik tidak mengalir ke rumah kita? Saat kita menghubungi mereka melalui telepon. Pada umumnya, perusahaan listrik tidak mendapatkan informasi secara langsung dari jaringan yang ditanganinya – banyak dari jaringan itu tidak membawa data apa pun – dan pergerakan arus listrik sangat bergantung kepada orang-orang serta kenop mekanik yang bergerak lambat.

”Jaringan listrik pada dasarnya merupakan teknologi dari tahun 1960an,” ujar ahli fisika Phillip F. Schewe, penulis buku Jaringan Listrik. ”Internet telah melampauinya. Alat pengukur listrik di rumahmu berasal dari teknologi tahun 1920an.” Kadang-kadang keanehan itu menjadi sebuah masalah. Pada jaringan di jaman ini, banyak hal yang bisa memburuk dengan cepat.

Saat kita menyalakan saklar, listrik yang mengalir ke bohlam lampu diciptakan sepersekian detik sebelumnya, dari jarak sekian kilometer jauhnya. Kita tidak bisa mengetahui tempat pembuatannya karena ratusan pembangkit listrik yang tersebar di banyak negara bagian, menuangkan produksinya ke dalam jaringan yang sama. Listrik tidak bisa disimpan dalam skala besar dengan menggunakan teknologi di jaman sekarang; ia harus digunakan saat itu juga. Setiap saat harus ada keseimbangan yang akurat antara pembangkit listrik dan permintaan dari seluruh jaringan. Di ruangan pengendali di sekeliling jaringan, para insinyur terus menerus mengawasi arus listrik, mencoba menjaga voltase dan frekwensi tetap stabil dan menghindari arus yang bisa merusak baik peralatan para konsumen maupun milik pembangkit itu sendiri.

Saat menyalakan lampu di rumahku di Washington, D.C., maka aku sedang mencelupkan jariku ke dalam kolam listrik besar yang bernama PJM Interconnection. PJM adalah salah satu operator daerah yang menangani jaringan Timur; ia meliputi District of Columbia dan 13 negara bagian lainnya, dari sebelah timur Sungai Mississippi sampai New Jersey dan terus turun sampai Tepi Luar North Carolina. PJM bisa dianggap sebuah pasar listrik yang terus menjaga persediaan dan permintaan hampir sama besarnya – setiap hari, setiap menit, setiap detik – antara ratusan produsen dan distributor serta 51 juta orang konsumen, melalui jaringan tansmisi bervoltase tinggi sepanjang 90,686 kilometer.

Salah satu pusat pengendali PJM terbaru hanya berjarak satu jam perjalanan di utara Philadelphia. Februari lalu, aku mengunjungi tempat tersebut dengan Ray E. Dotter, seorang juru bicara perusahaan. Sepanjang jalan, Dotter menunjuk jalur listrik bawah tanah yang kami lewati. Tampak sepasang jaringan 500 kilovolt yang menghubungkan pembangkit nuklir Limerick dengan sub-stasiun Whitpain. Kemudian tampak sebuah jalur 230 kilovolt. Lantas menyusul jalur lainnya. Biaya menguburkan jaringan di bawah tanah sangat mahal kecuali di kota-kota yang padat. ”Kami perlu membangun jaringan baru,” ujar Dotter. ”Tetapi apa pun usulan kita tentang lokasi penempatan kabel-kabel itu, orang-orang selalu menolaknya.”

Dotter tiba-tiba keluar dari jalan raya. Sebuah menara komunikasi menjulang di atas puncak pohon. Dia mengemudikan mobil menuju sebuah bangunan yang dikelilingi oleh pagar. Tak lama kemudian kami telah berada di dalam sebuah bunker, dibangun oleh AT&T saat Perang Dingin untuk melindungi apa pun kecuali jika tembakan nuklir diarahkan langsung ke tempat itu. Bunker itu baru-baru ini dibeli oleh PJM untuk dijadikan pusat jaringannya yang baru.

Dalam ruangan pengendali tanpa jendela, didominasi oleh 36 layar komputer di sekeliling kami, general manager yang bertugas, Mike Bryson, menjelaskan apa yang sedang kulihat. Sebuah peta dinamik di salah satu layar menunjukkan jaringan yang ditangani PJM. Panah mewakili jalur transmisi utama, masing-masing dengan nomor menunjukkan seberapa besar arus listrik yang sedang mengalir saat itu. Sebagian besar panah menunjuk dari barat ke timur: Di Amerika bagian Timur listrik mengalir dari pembangkit listrik utama di jantung negara menuju sekelompok besar konsumen di sepanjang pantai timur. Saat itu jaringan PJM membawa listrik sebesar 88.187 megawatt. ”Hari ini adalah hari musim dingin yang cukup hangat – kupikir kita tidak akan melewati 90.000,” ujar Bryson.

Komputer mengambil data dari 65.000 titik di sistem, ujarnya menjelaskan. Mereka melacak kondisi panas kabel-kabel; terlalu banyak tenaga yang mengalir melalui sebuah jaringan bisa membuatnya kepanasan, menyebabkan kabel mengembang dan menjuntai. Para insinyur PJM mencoba untuk menjaga arus bolak-balik ini pada frekwensi sebesar 60 hertz. Saat permintaan meningkat maka frekwensi menurun dan bila ia menurun sampai di bawah 59,95 hertz maka PJM mengirimkan pesan ke pembangkit listrik untuk meminta tambahan daya. Bila frekwensi meningkat sampai di atas 60.05 hertz maka mereka akan meminta pembangkit untuk mengurangi daya. Terdengarnya sederhana, tetapi menjaga keseimbangan dalam jarak yang kecil hanya terdengar mudah sampai kita mencobanya sendiri. Dalam kasus jaringan, berbagai peristiwa kecil yang berada di luar kendali operator bisa dengan cepatnya mengacaukan seluruh sistem.

Hal ini membawa kita ke peristiwa pada 14 Agustus, 2003. Sebagian besar jaringan PJM telah terhindar dari malapetaka yang kejadiannya bermula di dekat Cleveland. Saat itu cuaca cukup panas; alat pendingin udara dinyalakan. Tak lama setelah jam 1 siang, operator jaringan di First Energy, sebuah perusahaan daerah, menghubungi pembangkit listrik untuk meminta tambahan daya. Pada pukul 1:36 siang di pantai Danau Erie, sebuah pembangkit listrik yang telah dijanjikan untuk ”didorong hingga mencapai kapasitas maksimal” tiba-tiba berhenti. Listrik mengalir ke Ohio utara dari tempat lain untuk menutupi kebutuhan itu.

Pada pukul 3:05 sebuah jaringan transimisi 345 kilovolt di dekat kota Walton Hills memilih hari itu untuk menyambar sebuah pohon yang belum dipangkas. Kerusakan itu telah mengalihkan listrik ke jalur lain, membuatnya kelebihan daya dan kepanasan. Satu per satu, seperti petasan, kabel terkulai, menyentuh pepohonan dan mengalami korslet.

Operator jaringan memiliki istilah untuk hal seperti ini: ”kegagalan yang berantai.” Operator First Energy tidak bisa mengantisipasi kegagalan ini karena sistem alarmnya juga tidak berfungsi. Pada pukul 4:06 sebuah kegagalan jaringan terakhir menyebabkan seluruh Pantai Timur terkena imbasnya. Tanpa ada tempat untuk memarkirkan listriknya, 265 pembangkit listrik berhenti. Pemadaman terbesar di dalam sejarah Amerika Utara menimpa 50 juta orang di delapan negara bagian dan Ontario.

Di pusat pengendalian Consolidated Edison di Manhattan Bawah, para operator masih mengingat sore itu dengan jelas. Biasanya beban jaringan perlahan-lahan akan menurun, menit demi menit, saat para pekerja di kota mematikan listrik dan komputernya lalu beranjak pulang. Namun, pada pukul 4:13, lampu di ruangan kendali itu tiba-tiba padam. Para operator langsung teringat: 9/11. Kemudian telepon berbunyi dan ternyata dari Bursa di New York. ”Apa yang terjadi?” tanya seseorang di seberang telepon. Para operator langsung menyadari bahwa pemadaman itu menimpa seluruh kota.

Kejadian itu melumpuhkan segalanya. Transaksi bursa saham tidak bisa dijalankan, tidak satu pun bank, dan tidak satu pun pabrik yang berfungsi; semua restoran ditutup, pekerja menganggur, dan semua orang hanya duduk di atas bangunan apartemennya. Mereka membutuhkan waktu satu setengah hari lamanya untuk mengembalikan listrik, satu demi satu pembangkit diperbaiki. Pemadaman itu menelan biaya enam milyar dolar. Kejadian itu juga membuat pejabat Pentagon dan Homeland Security kalang kabut. Mereka takut jaringan itu rawan akan serangan teroris, bukan sekadar kasus pepohonan yang tidak dipangkas.

Pemadaman dan pemanasan global telah memberikan alasan yang kuat untuk mereformasi jaringan. Pemerintah federal menghabiskan banyak uang atas jaringan – paket stimulus ekonomi telah mengalokasikan $4,5 milyar untuk sejumlah proyek jaringan cerdas dan sekitar enam milyar dolar lainnya untuk jalur transmisi baru. Hampir semua perusahaan listrik besar telah memiliki jaringan cerdasnya sendiri.
Sebuah jaringan yang lebih cerdas akan mencegah pemadaman dalam dua cara. Informasi yang lebih cepat dan lebih rinci atas status jaringan akan menolong para operator untuk bisa mengantisipasi kegagalan berantai seperti itu. Persediaan dan permintaan juga akan lebih mudah diseimbangkan karena para pengendali akan mampu untuk melakukan penyesuaian. ”Cara kita mendesain dan membangun sistem listrik selama seratus tahun ini – pada dasarnya mengikuti desain yang dibuat Edison dan Westinghouse – kita membangunnya dari sisi persediaan,” ujar Steve Hauser dari Laboratorium Energi Terbaharukan Nasional (NREL) pada Kementrian Energi di Amerika Serikat di dekat Boulder, Colorado. ”Kita nyaris tidak pernah mengendalikan permintaan.”

Bekerja dengan NREL, Xcel Energy telah membawa teknologi jaringan cerdas ke Boulder. Langkah pertama adalah pemasangan alat pengukur listrik cerdas yang memancarkan data melalui kabel fiber-optic (ia juga bisa dilakukan secara nirkabel) ke perusahaan listrik. Alat pengukur ini mengijinkan konsumen untuk melihat berapa besar biaya listrik pada waktu-waktu yang berbeda sepanjang hari; biayanya lebih besar pada masa puncak beban karena perusahaan listrik harus menyalakan generator tambahan yang tidak seefisien generator besar yang dinyalakan 24 jam setiap harinya.

Ketika konsumen mendapatkan informasi perbedaan harga maka mereka bisa memilih untuk mengurangi penggunaan listrik di jam mahal dan beralih ke listrik pada jam yang lebih murah. Misalnya, mereka bisa menjalankan alat pengering baju dan pencuci piring di malam hari. Langkah berikutnya adalah membiarkan operator jaringan yang memilih. Daripada terus meningkatkan persediaan listrik untuk memenuhi permintaan, para operator juga bisa menurunkan permintaan. Pada hari-hari musim panas yang sangat terik jaringan cerdas ini akan secara otomatis menyalakan termostat dan lemari es – tentu saja dengan persetujuan pemilik rumah sebelumnya.

Selain menghemat energi, ”manajemen permintaan” juga bisa menolong jaringan menangani sumber daya terbarukan. Salah satu masalah terbesar dengan energi terbarukan seperti tenaga matahari dan angin adalah persediaannya terputus-putus. Mereka tidak selalu tersedia saat permintaan mencapai puncaknya. Mengurangi puncak permintaan akan meredakan masalah itu. Kita bahkan bisa membayangkan pemrograman peralatan rumah cerdas untuk beroperasi hanya pada saat tenaga matahari dan angin tersedia.

Beberapa negara, seperti Italia dan Swedia, bahkan sudah lebih maju dibandingkan Amerika Serikat dalam meningkatkan kecerdasan listriknya. Proyek Boulder mulai berjalan pada awal tahun ini tetapi menurut perkiraan Hauser, hanya sekitar 10 pesen dari konsumen di Amerika yang memiliki alat pengukur listrik, bahkan yang paling primitif sekalipun.

”Cukup mahal,” ujarnya. ”Perusahaan listrik biasa menghabiskan uang 40 dolar untuk sebuah alat pengukur listrik yang memiliki tombol pemutar. Sebuah alat pengukur cerdas dengan perangkat lunak, ditambah komunikasi nirlaba, mungkin menelan biaya $200 – lima kali lebih besar. Untuk listrik, itu biaya yang cukup besar.” Proyek Boulder telah menyebabkan Xcel Energy menelan biaya tiga kali lebih besar dari yang diduga. Pada awal tahun ini, perusahaan listrik meningkatkan tarifnya dalam usaha untuk menutupi biaya-biaya tersebut.

Walaupun semua orang mengakui kebutuhan adanya jaringan yang lebih baik, lebih cerdas dan lebih bersih, namun tujuan utama industri listrik ini tetap listrik yang lebih murah. Di Amerika Serikat, sekitar setengah pembangkit listrik menggunakan bahan baku batu bara. Generator bertenaga batu bara telah menghasilkan sepertiga emisi merkuri di Amerika, sepertiga dari kabut asap, dua pertiga belerang dioksida, dan hampir sepertiga karbon dioksida planet kita – sekitar 2.5 milyar metrik ton setiap tahunnya, menurut perkiraan yang terbaru.

Tanpa menghitung pembangkit listrik tenaga air, hanya sekitar tiga persen listrik di Amerika yang berasal dari energi terbarukan. Alasan utamanya adalah listrik bertenaga batu bara hanya menelan biaya beberapa sen setiap kilowatt-jam sedangkan energi terbarukan menelan biaya yang jauh lebih besar. Umumnya, harga energi ini menjadi bersaing bila ada pertolongan peraturan pemerintah atau insentif pajak. Apalagi kebanyakan pimpinan perusahaan listrik adalah sekelompok orang yang konservatif. Tugas mereka adalah menjaga agar lampu tetap menyala. Perubahan besar-besaran akan membuat mereka gelisah; berbagai hal yang tidak bisa mereka kendalikan seperti kebijakan pemerintah membuat mereka gugup. ”Mereka cenderung lebih menyukai lingkungan yang lebih stabil,” ujar Ted Craver, kepala Edison International, seorang konglomerat listrik, ”karena mereka cenderung menanamkan investasi modal yang sangat besar dan baru bisa menutupinya selama 30 atau 40 atau 50 tahun setelahnya.”
Jadi, pembangkit tenaga angin mengkhawatirkan mereka. Seorang pimpinan perusahaan listrik mungkin akan menatap pembangkit itu dan berpikir: Bagaimana bila angin tidak berhembus? Atau menatap panel matahari dan berpikir: Bagaimana bila cuaca mendung? Sebuah jaringan cerdas tidak bisa menyelesaikan permasalahan terputus-putusnya energi ini. Solusi terpenting adalah menemukan cara untuk menyimpan listrik dalam jumlah besar untuk hari-hari tanpa adanya angin di musim hujan.

Sebenarnya Amerika Serikat sudah mampu menyimpan sekiar dua persen dari daya listrik yang diproduksi di musim panas – dan Eropa lebih besar lagi – di dalam waduk-waduk pembangkit listrik. Di malam hari, saat listrik lebih murah, beberapa perusahaan listrik menggunakannya untuk memompa air kembali ke atas bukit ke dalam waduknya, secara tidak langsung telah menyimpan listrik untuk keesokan hari. Sebuah pembangkit listrik kecil di Alabama melakukan hal yang sama; ia memompa udara ke dalam gua-gua bawah tanah di malam hari, memampatkannya sampai lebih dari 70 kilogram per centimeter persegi. Di siang hari, udara yang dimampatkan ini dilepaskan untuk memutar turbin. Tahun lalu Departemen Energi telah memberikan uang stimulus kepada beberapa perusahaan listrik untuk proyek-proyek pemampatan udaranya. Salah satu proyek di Iowa telah menggunakan tenaga angin untuk memampatkan udara itu.

Salah satu cara untuk menyimpan listrik, tentu saja, di dalam baterai. Untuk saat ini, hal itu masuk akal hanya dalam skala besar dalam situasi yang luar biasa. Sebagai contoh, kota Fairbanks, Alaska, yang jauh dari mana-mana, mengandalkan baterai kadmium-nikel darurat yang besar. Baterai ini memiliki ukuran sebesar lapangan bola.

Baterai lithium-ion memiliki potensi jangka panjang yang lebih dashyat – khususnya baterai yang dipasang di mobil-mobil hybrid listrik. Untuk menguji ide tersebut, PJM sudah mengeluarkan dana untuk membiayai para peneliti di Universitas Delaware sebesar $200 setiap bulannya untuk menyimpan listrik di tiga mobil Toyota listrik. Mobil-mobil ini menarik listrik dari jaringan saat pengisian tetapi saat PJM membutuhkan listrik untuk menjaga kestabilan frekwensi maka mobil-mobil ini disambungkan ke steker dan mengalirkan listrik kembali ke dalam jaringan. Suatu hari nanti, ujar peneliti, ribuan mobil bisa berfungsi sebagai baterai untuk seluruh jaringan. Mereka akan menyimpan listrik yang diproduksi oleh pembangkit listrik tenaga angin dan matahari kemudian mengalirkannya kembali saat angin berhenti berhembus atau malam tiba atau sang surya berlindung di balik awan. Jaringan cerdas Boulder didesain untuk memungkinkan terjadinya arus dua arah seperti ini.
Untuk mengakomodasi energi ramah lingkungan, jaringan tidak hanya membutuhkan tempat penyimpanan yang lebih banyak tetapi juga lebih banyak jalur listrik bervoltase tinggi. Jalur ke berbagai tempat yang mudah menghasilkan energi masih sedikit. Untuk menghubungkan pertanian angin di Kern County dengan daerah Los Angeles, Southern California Edison, anak perusahaan Edison International, membangun jalur sepanjang 400 kilometer, yang dikenal sebagai Proyek Transmisi Energi Terbarukan Tehachapi. Sebuah undang-undang di California mensyaratkan perusahaan listrik harus memproduksi sekurangnya 20 persen dari listriknya dari energi terbarukan mulai tahun ini.

Energi ramah lingkungan juga akan mendapatkan dukungan besar bila jalur antara tiga jaringan kuasi-independen di Amerika Serikat semakin diperbanyak dan diperbesar. Meski jumlah angin di Texas Barat sama banyaknya dengan jumlah minyak di Arab Saudi tetapi Interkoneksi di Texas tidak bisa menangani semua energi itu sendirian. Sebuah proyek bernama Tres Amigas Superstation sedang diajukan untuk memungkinkan angin di Texas – dan sinar matahari Arizona – menjadi sumber listrik untuk Chicago atau Los Angeles. Di dekat Clovis, New Mexico, tempat ketiga jaringan besar ini hampir bersinggungan, mereka akan digabungkan oleh sebuah jaringan kabel superkonduksi berkapasitas lima gigawatt. Ketiga jaringan ini akan menciptakan satu jaringan nasional yang sepertinya tidak begitu rasional.

Saat mempelajari peta jaringan di ruangan pengendali PJM, aku melihat ada sejumlah nama tempat yang tidak pernah kulihat sebelumnya: Amos, Prunytown, Matt Funk, Sporn. Washington, D.C. bahkan tidak tampak; Mike Bryson menunjukkan bahwa semua tempat itu berada di dekat sebuah sub-stasiun bernama Waugh Chapel. Salah satu stasiun pembangkit terbesar di peta, tambahnya, adalah pembangkit Gavin, yang pada saat ini mampu menghasilkan 2.633 megawatt.

”Gavin ada di mana?” tanyaku

”West Virginia atau Kentucky,” ujar Bryson.
Sebenarnya Gavin berada di Ohio selatan. Jaringan ini bagaikan dunia paralel yang membentuk jaringan yang sudah kita kenal tetapi tidak tercantum ke dalam peta secara tepat. Bisa dibilang Gavin adalah konstruksi manusia yang telah tumbuh secara organik seperti sebuah kota atau pemerintahan – orang-orang teknik menyebutnya sebagai sebuah kludge. Sebuah kludge adalah sebuah barang ajaib yang aneh dan tidak elegan yang entah bagaimana berfungsi. Pada umumnya, jaringan di Amerika Serikat berfungsi dengan baik; listrik melimpah dan murah.

Hanya ukuran kita yang telah berubah dan seharusnya begitu pula dengan jaringan ini. Industri energi, ujar Ted Craver dari Edison International, menghadapi ”perubahan yang jauh lebih besar pada sepuluh tahun berikutnya dibandingkan perubahan yang kita lihat seratus tahun terakhir ini.” Namun setidaknya kita mulai menaruh perhatian terhadap hal ini.

Rabu, 07 Juli 2010

Kondisi Dinamika Atmosfer dan Laut

Dinamika atmosfer dan laut dipantau dan diprakirakan berdasarkan 6 (enam) fenomena alam, yaitu 3 fenomena global dan 3 fenomena regional. Monitoring dan prakiraan kondisi dinamika atmosfer dan laut yang akan terjadi selama Musim Kemarau 2010, adalah :



1. Monitoring dan Prakiraan Fenomena Global

a. El Nino – La Nina

Pada akhir Februari 2010 kondisi suhu permukaan laut di Pasifik Ekuator, khususnya wilayah Ekuator Pasifik Tengah (Nino 3.4) masih relatif hangat berharga 27,9OC. Hal ini memberikan indikasi bahwa sampai dengan akhir Februari 2010, El Nino masih berlangsung dengan intensitas moderate, selanjutnya intensitas El Nino diprediksi mulai melemah pada Maret 2010 dan cenderung menuju netral pada Juni 2010.

Indeks Osilasi Selatan (SOI) sejak Oktober 2009 sampai dengan Januari 2010 bernilai negatif berkisar -6,7 s/d -10.1. Nilai ini tidak terlalu signifikan pengaruhnya (<+10 dan >-10) terhadap pengurangan curah hujan di Indonesia. Kondisi demikian memberikan indikasi bahwa selama kejadian El Nino, aktivitas sirkulasi angin pasat tenggara (southeast trade wind) tidak terlalu mengganggu di wilayah Indonesia.

b. Dipole Mode

Nilai Dipole Mode Indeks (DMI) menunjukkan kondisi netral (-0.4 ≤ DMI ≤ +0.4) mulai Juni 2009 sampai dengan Februari 2010. Sementara, prediksi Dipole Mode Indeks (DMI) pada Maret hingga Juli 2010 berkisar -0.2 s/d 0, nilai ini masih berada pada kondisi netral. Dalam kaitan tersebut mengindikasikan bahwa pada Musim Kemarau 2010,pergerakanuap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia berada pada intensitas normal.

c. Madden Julian Oscillation (MJO)

Monitoring terhadap aktivitas MJO, terkait kondisi gerakan vertikal di wilayah Indonesia pada 23 Februari 2010 menunjukkan intensitas bernilai 0.8, dan selanjutnya diprakirakan akan terus berada pada kondisi lemah sampai minggu pertama Maret 2010. Lebih lanjut, hal ini memberikan indikasi tidak adanya penambahan maupun penekanan pembentukan awan-awan hujan di wilayah Indonesia (kondisi netral).


2. Monitoring dan Prakiraan Fenomena Regional

a. Sirkulasi Monsun Asia Australia

Hingga akhir Februari 2010 sirkulasi monsun di Indonesia umumnya masih dalam kisaran normalnya. Gangguan-gangguan yang terjadi umumnya disebabkan adanya pola-pola tekanan rendah di wilayah Lautan Pasifik bagian selatan sekitar Utara Australia dan sekitar lautan Hindia. Kondisi ini menyebabkan terjadinya curah hujan cukup tinggi di beberapa wilayah seperti sekitar Sumatera, Kalimatan dan Sulawesi. Diprakirakan bahwa monsun Asia selatan/tenggara akan berada pada kisaran normal sampai dengan pertengahan bulan Maret 2010.

b. Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (Inter Tropical Conver-

gence Zone / ITCZ)

Posisi ITCZ hingga akhir Februari 2010 masih berada di sekitar selatan ekuator dan cenderung bergerak ke arah utara pada bulan-bulan berikutnya mengikuti pergerakan tahunannya. Jika dibandingkan terhadap posisi rata-ratanya, posisi tersebut masih berada dalam kisaran rata-rata, sehingga potensi kejadian hujan di setiap wilayah diprakirakan akan mendekati normal sesuai kondisi rata-rata wilayah masing-masing.

c. Suhu Permukaan Laut di Wilayah Perairan Indonesia

Hingga akhir Februari 2010 kondisi suhu permukaan permukaan laut di sebagian besar perairan Indonesia berada di atas nilai rata-rata atau normalnya, seperti sekitar Lautan Hindia selatan Sumatera dan Jawa, Laut Jawa, Laut Cina Selatan, Laut Arafura, Laut Banda, Laut Flores, Laut Sawu, Laut Seram dan sekitar Laut Maluku, dengan anomali suhu berkisar +0.25°C s/d +2.0°C diatas rata-rata. Sedangkan perairan dengan suhu permukaan laut relatif dingin (dibawah rata-rata) berada di Laut China Selatan sekitar timur Kalimantan dan laut di sekitar utara Papua.

Suhu permukaan laut di beberapa perairan Indonesia selama Musim Kemarau 2010 diprakirakan relatif hangat/panas dan netral, kecuali setelah pertengahan Musim Kemarau 2010 beberapa wilayah perairan Indonesia Bagian Barat cenderung dingin (di bawah nilai rata-rata). Selengkapnya adalah sebagai berikut :

1) Wilayah perairan Lautan Hindia sebelah barat Sumatera, Laut Sulawesi, Laut Timor dan Laut Flores diprakirakan akan tetap panas hingga Juni 2010 dengan anomali suhu berkisar +0.5°C s/d +1.5°C, bulan-bulan lainnya berada pada kisaran normalnya.

2) Wilayah perairan laut Arafuru di sekitar barat Papua diprakirakan akan cenderung mendingin pada bulan Maret s/d Juli 2010, dengan anomali suhu berkisar -0.25°C s/d -1oC, selanjutnya akan berkisar pada normalnya.

3) Wilayah perairan Lautan Hindia barat Sumatera, selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah, diprakirakan cenderung dingin berada di bawah nilai rata-rata atau normalnya pada Agustus s/d Oktober dengan anomali suhu berkisar antara -0.5